Sunday, April 12, 2009

Live In Diary 2nd Day

16 Maret 2009

Pukul 04.30 kami berdua sudah bangun dan menuju masjid untuk melaksanakan salat subuh berjamaah. Sepulang dari masjid serasa pulang di rumah sendiri. Ibu sangat perhatian. Begitu pulang, sudah ada cokalt hangat dan cemilan lain. Kata Ibu, cokla tersebut merupakan hasil kebun sendiri. Udah gitu, dipersilakan nonton televisi lagi. Baik gag tuh? Kami berdua nonton Sport7 hingga usai.
Setelah puas, kami berdua menanyakan kepada Bapak, kapan kami bisa mulai ikut bekerja. Ternyata, kami tak diperbolehkan. Kami diminta Bapak untuk bekerja di pabrik minyak cengkeh saja bersama Mas Madhan. Mas Madhan mempunyai seorang asisten yaitu Mas Taufik.
Kami mengunakan truk pribadi untuk menuju ke pabrik. Selama peralanan, kami berempat berbincang-bincang tentang sekolahku dan Abie. Ternyata, gag di sekolah, gag di tempat Live In, semuanya mesum. Tanya-tanya cewe melulu dan guyonan mesum gag jelas. Untung si Redi dan Gunung gag gabung sekalian. Kacau! Mesum Bersatu?
Setibanya di pabrik, kami turun mengecek persediaan daun cengkeh. Karena stok tipis, kami pergi menuju ke tempat penadah daun cengkeh. Pak Sukadi memperkerjakan dua belas orang pengumpul daun cengkeh kering di kebunnya. Jadi, Mas Madhan tak perlu memanen sendiri daun cengkehnya. Tinggal mengambil di penadah. Hari itu kami mengunjungi empat orang penadah. Menurut Mas Madhan, diperlukan dana sekitar Rp 400.000,00 untuk memnuhi truk dengan daun cengkeh kering. Dana itu sudah termasuk dana makan dan solar. Sementara setalah diolah, daun cengkeh satu truk bisa menjadi 15 kg minyak cengkeh yang kemudian dijual dengan harga Rp 60.000,00 per kg. Minyak cengkeh itu didistribusikan ke daerah Surabaya dan sekitarnya. Menurut Mas Madhan, keuntungan yang diperoleh sekitar Rp 250.000,00 tiap harinya. Lelah juga kerja seharian mengisi truk dengan daun cengkeh kering. Karena sudah lelah, kami ijin tidak ikut proses pengolahan daun menjadi minyak.
Tutur Bapak, butuh waktu sekitar tujuh hingga delapan jam untuk proses pembuatan minyak cengkeh itu. Menurut beliau juga, dibutuhkan modal Rp 25.000.000,00 untuk mendirikan pabrik pengolahan minyak itu dahulu. Di pabrik pengolahan tersebut, Pak Sukadi mempunyai tiga buah tungku penyulingan raksasa. Subhanallah! Di desa ada yang sampai sesukses ini!
Lelah bekerja kami berdua makan siang di rumah. Berlaukkan ikan goreng dan sayur sawi kami berdua kenyang. Menu yang disajikan Ibu selalu tak pernah mengecewakan kami. Setelah makan kami mencuci dan mengeringkan sendiri peralatan makan kami. Selain itu, kami juga tak hanya bersantai-santai di sana. Kami juga membantu pekerjaan rumah seperti menyapu.
Saat akan membuang sampah hasil menyapu, Aku bingung. Tak ada tempat sampah di sana. Tutur Ibu, sampah biasanya langsung dibakar.
Seusai makan siang, kami berdua menuju masjid untuk melaksanakan solat duhur berjamaah. Selanjutnya, Aku dan Gunung mampir ke rumah Heri untuk silaturahmi. Di sana Aku dan Gunung disuguhi sepiring pohong goreng. Alhamdulillah. Seperti biasa, jika kami kumpul selalu berduel. Aku duel melawan Gunung. Sial! Di tengah serunya duel, Pak Ikhwan datang. Hampir saja deck milik kami disita. Sebelumnya, deck milik teman kami Alvin dan Billal juga disita Pak Rosikin setelah kepergok duel di mushola. Untungnya, Aku berhasil mengalihkan perhatian Pak Ikhwan dengan cerita mengenai rumah orang tua asuhku. Pak Ikhwan lupa dengan duel kami. Deck kamipun selamat. Huh!
Sore harinya , sekitar pukul 14.30, Aku, Heri dan Gunung mengumpulkan personil untuk bermain sepak bola. Di lapangan, The Chalenggers ternyata sudah ada. Kami bermain selama satu jam lebih. Melawan 18 pemain dengan 9 pemain di lapangan berlumpur ternyata tak semudah yang kami bayangkan. Walaupun 18 anak itu notabene anak SD, skill mereka berada di atas rata-rata untuk ukuran anak seusia itu. Kami hampir saja dipermalukan 3-0. Untung, kami cepat beradaptasi den pulang dengan kemenangan dramatis 5-4. Lumayan, sore itu kucetak satu gol saat kami tertinggal 2-3. Seusai bertanding, kami berfoto bersama squad junior Desa Pakisan itu. Pulang pukul 16.00 dengan keadaan kotor dan belum solat asar, Aku dan Abie datang terlambat ke acara sharing.
Malam harinya, Aku dan Abie berbincang-bincang bersama Bapak dan Ibu Sukadi. Bapak dan Ibu bercerita mengenai kebun dan sawah mereka. Tutur mereka, persediaan pangan mereka selau lebih dari cukup. Bapak dan Ibu tak pernah belanja untuk memnuhi kebutuhan pangan mereka. Bahkan, mereka punya lemari penyimpanan padi dan jagung yang dapat menjamin kebutuhan pangan keluarga hingga tiga bulan ke depan. Setelah merasa cukup mengantuk, Aku pamit untuk tidur. Selama berbincang-bincang dengan Bapak dan Ibu , Abie hanya diam. Dia diam karena menurutnya, dia tidak dapat berbicara menggunkan Bahasa Jawa yang baik dan benar.

No comments:

Post a Comment