Sunday, April 12, 2009

My Live In Diary 1st day

15 Maret 2009
Pagi itu pukul 06.15. Aku sudah berangkat menuju ke sekolah diantar bapakku. Sesampainya di sekolah, upacara persiapan keberangkatan dilaksanakan. Namun, Aku, Ari, Gunung duduk menunggu di dalam bus tidak mengikuti upacara. Aku berduel kartu Yugi Oh melawan Ari dan Gunung. Di dua duel itu pula deck milikku tumbang.
Sekitar pukul 07.15 bus berangkat meninggalkan sekolah. Perjalanan menuju tempat tujuan selama dua jam diisi dengan menyanyikan lagu-lagu anime sebangsa digimon, doraemon, crayon shinchan dkk. Bus yang kami naiki bisa dibilang eksklusif. Ber-AC, Jon!
Sebelum ke tempat tujuan, bus mampir ke kantor kecamatan Patean untuk mendengarkan pidato sambutan dari Pak Camat. Kami tiba di kantor Kecamatan pada pukul 11.45. Sayangnya kami harus menunggu lama. Pak Camat datang terlambat. Diduga Pak Camat nonton Naruto sehingga beliau datang terlambat ke upacara sambutan. Hhe. Seperti sebelumnya, saat upacara dimulaipun Aku dan Gunung tidak mengikuti upacara sambutan dari Pak Camat. Lagi-lagi kami berduel di dalam bus. Dendamku terbalaskan. Kali ini deck milik Gunung tumbang dengan cepat. Setelah lelah berduel, kami berdua makan di sebuah warteg yang terletak tak jauh dari tempat parkir bus. Perjalanan kembali dilanjutkan seusai upacara.
Pada pukul 11.30 bus kami sudah tiba di Kantor Desa Pakisan. Di desa tersebut, kelasku tinggal bersam kelas Sepuluh-Akselerasi dan Sebelas-Susulan.
Begitu sambutan Kepala Desa Pakisan usai, kami langsung dipertemukan dengan orang tua asuh kami. Aku tinggal bersama murid kelas sepuluh akselerasi yaitu Abie. Kami tinggal bersama Bapak Sukadi yang tak lain tak bukan adalah ayah dari Pak Kades Pakisan. Bapak Sukadi lahir pada tahun 1952. Bermodalkan lulus SD, beliau terhitung sebagai orang yang sukses. Bapak Sukadi memiliki 3 rumah, satu hektar sawah, sebuah kebun jambu dan sebuah pabrik pengolahan minyak cengkeh. Bapak Sukadi berpenghasilan rata-rata empat puluh juta rupiah setiap tiga bulan. Bapak Sukadi memiliki dua irang putra. Putra Sulungnya merupakan Kades Pakisan yaitu Bapak ... dan anak bungsunya bernama Madhan yang berkeja di pabrik pengolahan minyak cengkeh. Di rumahnya, Pak Sukadi tinggal bersama istrinya dan anak bungsunya. Sepertinya, live in kali ini tak akan terasa sulit.
Kami berjalan sejauh 1km jalan menanjak untuk menuju ke kediaman Bapak Sukadi. Desa Pakisan terletak di daerah dataran tinggi. Perjalanan terasa berat dan melelahkan, sepanjang 1km jalan menanjak ditambah membawa tas maha berat. Sebenarnya Bapak Sukadi menawarkan dirinya untuk membantu kami, namun kami menolaknya.
Begitu sampai di rumah, seisi rumah menyambut kami dengan ramah. Dugaanku tentang live in ini tak akan sulit sepertinya benar adanya. Rumah tempat tinggal Bapak Sukadi sudah dikeramik. Bangunannya baik dan lebih dari cukup bagiku. Sudah ada televisi, sepeda motor, mobil, dan truk Banyak kesan positif yang timbul di awal kedatanganku.
Kesan negatif pertama yang muncul dariku adalah ketika Aku akan mandi. Gila! Kamar mandinya tanpa pintu! Sepertinya gag perlu kuceritain panjang lebar deh. Takutnya menimbulkan pikiran yang kotor, aneh, dan nggak-nggak. Kesan negatif kedua yaitu kamarnya gelap, Cuk! Tanpa lampu, tanpa jendela! Gimana Aku bisa nulis diary di kegelapan? Sore hari, Aku berkumpul bersama teman-teman di sebuah mushola kecil untuk sharing. Hari ini diakhiri dengan terpejamnya matakau saat jam menunjukkan pukul 21.30.

No comments:

Post a Comment